Penyebab Anjloknya Laba Bank Permata (BNLI) di 2020

Jakarta – Pada awal Maret lalu, salah satu bank swasta nasional, PT Bank Permata Tbk (BNLI) melansir laporan kinerja perusahaan sepanjang tahun 2020 lalu. Hasilnya, laba bersih BNLI turun drastis sebesar 51,91 persen (yoy), dari semula Rp 1,5 triliun (2019) menjadi hanya Rp 721,58 miliar.
Dalam penjelasannya secara virtual, Jumat (26/3), manajemen BNLI diwakili Direktur Keuangan Lea Setianti Kusumawijaya mengungkapkan penyebab penurunan laba tersebut.
“Penurunan laba terutama disebabkan kita melakukan pencadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) yang cukup signifikan sebagai refleksi prudensi yang diambil Bank Permata dalam hadapi dampak pandemi terhaap portofolio kredit. Dampak terbesarnya dari situ,” kata Lea.
Selain CKPN, penurunan laba juga disebabkan merosotnya pendapatan dari pajak mengingat adanya kebijakan tarif PPh badan (berlaku Maret 2020) yang sebelumnya sebesar 25 persen turun menjadi 22 persen.
“Bank Permata memiliki saldo aset pajak tangguhan yang cukup signifikan. Maka penurunan tarif PPh Badan ini menyebabkan potensi tax benefit di masa mendatang juga menurun. Oleh karena itu, kami harus melakukan tambahan beban pajak tangguhan sebesar Rp 120 miliar. Hal ini sesuai PSAK 46 mengenai pajak,” tandas Lea.
Meski demikian, Lea mengklaim secara fundamental kemampuan bank dalam menghasilkan pendapatan cukup baik. Buktinya, pendapatan operasional sebelum pencadangan mencapai Rp 3,8 triliun atau meningkat 23,7 persen (yoy).
Pertumbuhan ini dikontribusikan oleh peningkatan pendapatan bunga bersih sebesar 14,2% menjadi Rp 6,8 triliun. Sedangkan pendapatan non-bunga meningkat 16,1 persen (yoy) menjadi Rp 2,32 triliun.
Lalu, adanya perbaikan rasio marjin bunga atau Net Interest Margin atau (NIM), dari semula 4,4 persen (2019) menjadi 4,7 persen. Cost to Income Ratio (CIR) menunjukkan perbaikan yang signifikan, dari sebesar 62,4 persen (2019) menjadi 58,7 persen. Rasio efisiensi tersebut didukung oleh penerapan digitalisasi dalam transaksi perbankan.
Catatan positif lainnya adalah total penyaluran kredit yang tercatat mencapai Rp 118 triliun atau meningkat 9,2 persen (yoy).
Dari sisi non performing loan, rasio NPL gross tercatat sedikit meningkat, dari 2,8 persen (2019) menjadi 2,9 persen, dengan NPL net yang terjaga pada level 1,0 persen dibandingkan posisi Desember 2019 yang sebesar 1,3 persen.
Likuiditas bank terjaga dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan rasio likuiditas Loan to Deposit Ratio (LDR) yang tercatat sebesar 79 persen dan rasio CASA yang meningkat menjadi 51,2 persen, naik 54 basis poin dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Total dana simpanan masyarakat tumbuh sebesar 18,4 persen (yoy), dimana kontribusi terbesar berasal dari pertumbuhan produk giro sebesar 25,3 persen (yoy), lalu tabungan (13,5 persen) dan deposito sebesar 17,1 persen (yoy).
Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) dan Common Equity Tier 1 (CET-1) pada posisi Desember 2020 masing-masing sebesar 35,7 persen dan 26,9 persen. Kenaikan yang cukup signifikan dibandingkan periode yang sama pada 2019 dimana CAR sebesar 19,9 persen dan CET-1 sebesar 18,7 persen. Angka tersebut jauh di atas ketentuan modal minimum yang berlaku dan rata-rata CAR industri perbankan Indonesia.